Alih Teknologi
Tentang istilah “alih” atau “pengalihan” merupakan
terjemahan dari kata transfer. Sedang kata transfer berasal dari bahasa
latin transfere yang berarti jarak lintas (trans, accross) dan ferre yang
berarti memuat (besar). Kata alih atau pengalihan banyak dipakai para ahli
dalam berbagai tulisan, walaupun adapula yang menggunakan istilah lain seperti
“pemindahan” yang diartikan sebagai pemindahan sesuatu dari satu tangan ke
tangan yang lain, sama halnya dengan pengoperan atau penyerahan. Pendapat
inilah yang menekankan makna harfiahnya, pendapat lain dengan istilah
“pelimpahan” sedangkan para ahli menghendaki makna esensinya dengan
memperhatikan insir adaptasi, asimilasi, desiminasi atau difusikannya obyek
yang ditransfer (teknologi)
A.
Pengaturan Hukum Tentang Alih
Teknologi di Indonesia
GBHN 1993 Bab 1 huruf c butir 5 dinyatakan bahwa sasaran
jangka panjang pembangunan bidang hukum untuk pembangunan jangka panjang tahap
II ialah:
Terbentuk dan berfungsinya Sistim Hukum Nasional yang mantap
bersumberkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan kemajemukan tatanan
hukum yang berlaku yang mampu menjamin kepastian ketertiban penegakan dan
perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu
mengamankan dan mendukung pembangunan Nasional yang didukung oleh aparatur
hukum sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat
hukum.
Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk
memberikan pengaturan terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi
harus dapat diatur secara hukum Indonesia, sebagai negara berkembang menyadari
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam
mempercepat pembangunan sosio ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar
peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri dan memasukkan
teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan
ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi
kepentingan nasional berarti akan memperbesar peranan tersebut.
Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam
kerangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia,
apakah melalui kerjasama lisensi atau melalui penanaman modal asing, pemegang
hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan
terutama dalam kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat
direaksir segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan.
Pihak-pihak dapat memula pengadilan negeri untuk menggunakan
paten tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus
memberikan royalti yang wajar kepada pihak pemegang paten tersebut.
Berdasarkan kategori di atas jelas terlihat bahwa penggunaan
teknologi baru atau alih teknologi harus mendapat pengaturan yang memadai
sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain, dan halo ini
sejalan dengan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan yang merupakan
perjanjian perdagangan multilateral yang pada dasarnya bertujuan menciptakan
perdagangan bebas perlakuan yang sama dan membantu menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.
Persetujuan trips memuat norma-norma dan standard perlindungan
bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian Internasional di
bidang hak atas kekayaan intelektual sebagai dasar
Pengaturan hukum
dalam bidang alih teknologi baik yang berkaitan dengan lisensi maupun yang
berkaitan dengan penanaman modal asing.
Untuk itu perlu menjabarkan dengan tegas dan harus bagaimana
mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik teknologi asing kepada teknologi Indonesia,
sehinga produksi suatu teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.
Suatu perusahaan menentukan kelanjutan produksinya
menggunakan produksi orang lain dengan jalan lisensi. WIBO (World Intelectual
Property Organization) bertanggung jawab untuk melahirkan promosi dan
perlindungan milik intelektual diseluruh dunia.
Jadi negara-negara harus tunduk dan patuh pada peraturan
hukum internasional untuk itu negara harus melakukan ratifikasi tentang
peraturan yang berkaitan dengan hak milik intelektual, penanaman modal asing
dan perjanjian lisensi. Indonesia menerapkan ketiga bentuk tersebut kedalam
mekanisme pengaturan alih teknologi di Indonesia.
B.
Cara Alih Teknologi
Alih teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari
negara maju berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada
macamnya bantuan teknologi yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Teknologi dapat
dipindahkan melalui cara sebagai berikut.
1. Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli asing
perorangan. Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan
teknologi, yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan.
Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menenqah.
2. Menyelenggarakan suplai dari
mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan
kontrak tersendiri.
3. Perjanjian lisensi dalam teknologi
sipemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memeberikan hak kepada
setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
4. Expertisi dan bantuan, teknologi.
Keahlian dan bantuan dapat berupa:
·
Studi
pre-investasi.
·
Basic
pre-ingeenering.
·
Spesifikasi
masin-mesin.
·
Pemasangan
dan menja1ankan mesin-mesin.
·
Manajemen.
Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan UU NO. 1/1967 tentang
PMA merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan
pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.
Alih teknologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga
tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka
karena banyak diminta keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi
PMA selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual
Property Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang
digunakan, pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan.
Bahkan disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.
Kita dapat melihat bahwa alih teknologi bukan merupakan hal
yang mudah dan murah tapi sesuatu yang mahal. Membutuhkan perhitungan yang
matang dalam kerangka memajukan teknologi dalam era globalisasi. Indonesia
dalam menghadapi era globalisasi mau tidak mau harus berani menerapkan
perjanjian alih teknologi dalam kerangka menghindarkan ketertinggalan dengan
negara lain pada era globalisasi.
Penciptaan hukum perlu diciptakan kaedah hukum baru di
Indonesia. Dalam penciptaan hukum tersebut terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan.
1. Masalah yang bersifat teknis yuridis.
2. Masalah substansi aturan hukum yang akan diciptakan.
3. Masalah arah politik hukum nasional.
ad.1. Masalah teknis yuridis,
menyangkut hal-hal yang berupa tata cara dalam pembentukan, pengundangan dan
pemberlakuan aturan hukum.
ad.2. Masaalah substansi aturan
hukum berfokus dan berpersoalan materi yang menjadi muatan aturan yang akan
diciptakan.
ad.3. Pembentukan aturan hukum
bersandar pada kebijaksanaan Nasional yang lazim dituangkan keberbagai peraturan
perundangan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi peringkatnya .
Globalisasi akan merupakan peluang bila mana kita siap dan
dapat memanpaatkannya dengan baik serta berusaha mengatasi bahaya-bahayanya
bagi kehidupan nasional. Sebaiknya akan menimbulkan musabab apabila kita tidak
siap dengan global vision dan hanyut bersama sisi-sisi berbahaya bagi kehidupan
nasional tersebut antara lain adalah saling ketergantungan antara bangsa
semakin meningkat berlakunya standar-standar baku antara nasional di berbagai kehidupan
kecenderungan melemahnya ikatan-ikatan etponosentrik dan ikatan-ikatan
nasional, dominasi modal asing dan peran serta yang paling kuat, berkembangnya
konsep kesejahteraan regional dan global serta perobahan sosial yang sangat
cepat (pandangan lotge). Untuk itu perlu diperhatikan pengembangan peraturan
akhir teknologi dengan memperhatikan peringkat hukum nasional, regional dan internasional.
Penerapan peraturan,tersebut sangat penting artinya dalam
usaha memajukan produksi negara berkembang yang akan di pasarkan kepasar
regional dan global untuk itu maka Indonesia harus segera menerapkan ahli
teknologi dalam bidang penerimaan modal asing, paten dan merek. Lisensi
merupakan cara untuk ahli teknologi perjanjian lisensi merupakan perjanjian
antara pemilik teknologi dengan negara berkembang dalam memproduksi suatu
produk.
C.
Pengaturan Hukum Tentang Alih
Teknologi Dalam Rangka PMH.
Sejak tahun 1970, di sadari bahwa penanaman modal asing
perusahaan asing yang melakukan kontrol dengan berbagai negara berkembang dalam
hal ini Indonesia, membangun modal teknologi dan berbagai keahlian ke
Indonesia, memburu modal teknologi dan berbagai keahlian ke Indonesia.
Konsiderans UU No. 1/67 tentang PMA pada konsiderans point a jo c. Bahwa
kelemahan ekonomi potensial yang dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa terdapat
banyak diseluruh wilayah tanah air kita yang belum diolah untuk dijadikan
kekuatan ekonomi riil yang antara lain yang disebabkan karena ketiadaan modal,
pengalaman dan teknologi. Bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan ekonomi
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan
teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan, keterampilan, kemampuan
berorganisasi dan manajemen. Kebijakan itu dituangkan lebih lanjut pada pasal
12 UU No../67 tentang PMA. Perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan
dan/atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan di luar
negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia
agar berangsur-angsur warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga
negara Indonesia.
Tenaga kerja Indonesia
selama bekerja diperusahaan asing tersebut dapat menambah pengalaman
keterampilan dan menerima sistim kerja, sistim pendayagunaan peralatan mutahir
dipakai oleh perusahaan, sehingga pada akhirnya dapat menguasai teknologi
tersebut untuk selanjutnya dimanfaatkan sendiri guna menunjang pembangunan Indonesia.
Dengan kata lain tenaga kerja Indonesia
dapat
menggantikan
tenaga kerja asing bilamana perusahaan asing tersebut tidak di Indonesianisasi.
Jadi
alih teknologi dalam kerangka PMA dibagi 2.
1. Alih teknologi dalam pengertian
penyerapan teknologi.
2. Alih teknologi dalam pengertian
mewarisi perusahaannya karena habis izin usahanya, karena perjanjian,
konpensasi atau nasionalisasi dalam arti dijalankan sepenuhnya alih tenaga dan
modal nasional.
D.
Perjanijian Lisensi Dalam Alih
Teknologi.
Pada umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki
perundangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib,
lisensi karena permupakatan dan lisensi karena berlakunya hukum.
Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada pengaturan
pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang dipergunakan. Lisensi karena
permupakatan yaitu seorang atau badan hukum menerima lisensi boleh memberi
suatu lisensi dibawah penemuan patennya kepada orang lain
melalui
suatu kontrak.
Lisensi karena berlakunya semua hukum ialah lisensi yang
diambil dari peraturan hukum yang berlaku UU No. 13 tahun 1997 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1989 memuat aturan tentang lisensi
sebagai berikut:
pasal
82 UU paten tersebut berbunyi:
1. Setiap orang setelah lewat jangka
waktu 36 (tiga puluh enam) belum terhitung syah tinggal pemberian paten dapat
mengajukan lisensi wajib kepada pengadilan negeri untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan.
2. Permintaan lisensi wajib sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa paten yang
bersangkutan tidak dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten. Pada
hal kesempatan untuk melaksanakan secara komersial sepatutnya ditumpuk.
3. Permintaan lisensi wajib dapat juga
diajukan setiap saat setelah paten diberikan atas dasar alasan bahwa paten
telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau pemegang lisensinya dalam bentuk
dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.
4. Dengan memperhatikan kemampuan dan
perkembangan keadaan, pemerintah awal pelaksanaan Undang-undang ini pada
pengadilan tertentu.
Berdasarkan ketentuan di atas seseorang atau badan hukum
dapat menggunakan teknologi orang lain untuk diproduksi, asalkan teknologi itu
sudah melewati jangka waktu tertentu dan belum dilaksanakan di Indonesia
dimana paten tersebut didaftarkan.
Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan. Pasar
dan penerima lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang paten dengan
harga yang mereka sepakati bersama.
Syarat-Syarat Umum Perjanjian
Lisensi
Bagi sementara negara-negara berkembang yang belum memiliki
perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi ini, pada umumnya
akan memperhatikan beberapa aspek dasar di dalam perjanjian lisensinya antara
lain:
a. Proses harus telah terbukti baik
secara komersial (comercially proven).
b. Licensor mempunyai paten dan atau
know how proses yang masih berlaku
c. Licensor akan menyediakan know how
proses dalam bentuk paket desain engineering proses, dan akan membantu
licensee, melalui review atau partisipasi dari detailed engineering konstruksi,
commission sampai operasi pabrik.
d. Licensee biasanya mendapatkan
lisensi yang non-exclusive dan non-transfereable untuk memproduksi di negaranya
dan untuk penjualan ke negara lain.
e. Licensee biasanya harus menunjuk
kontraktor untuk melaksanakan detail engineering dan konstruksi pabrik yang
terikat ketentuan licensor.
f. Pembayaran kepada licensor dalam
bentuk lump-sum fee untuk kapasitas tertentu dan royalty per ton produksi
(ketentuan-ketentuan tersebut perlu negosiasi agar licensee dapat dibebaskan).
g. Jasa-jasa tambahan untuk perluasan,
penyesuaian proses teknologi, operasi pabrik dan pemasaran produk harus
dituangkan dalam kontrak tersendiri
h. Batasan izin yang akan diberikan
kepada penerima lisensi akan membatasi pemberi lisensi untuk mempergunakan
teknologinya atau memberikan lisensi lebih lanjut kepada orang lain.
i.
Lapangan
penggunaan hak milik perindustrian yang dapat digunakan oleh penerima lisensi,
juga ditetapkan dalam perjanjian lisensi. Misalnya saja hasil produksi farmasi
hanya untuk binatang, bukan untuk manusia, atau sebaliknya.
j.
Daerah
tempat teknologi itu dipergunakan serta batas waktu perjanjian lisensi itu juga
disebutkan dalam perjanjian lisensi.
k. Licensor akan menyediakan program
latihan komrehendif bagi personnel licensee sesuai dengan operasi pabrik yang
bersangkutan.
l.
Biasanya
juga dilakukan pertukaran informasi terhadap kemajuan proses, dan umumnya tidak
dipungut biaya paling tidak untuk jangka waktu 10 tahun.
Berbicara tentang jaminan /guarantee yang harus diberikan
oleh si suplaier dari teknologi, maka jaminan-jaminan ini supaya mengikat harus
dicantumkan di dalam perjanjian lisensi.
Jaminan-jaminan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bahwa teknologi yang dipindahkan
mempunyai kemampuan, untuk mencapai tingkat produksi dan standar dari kualitas
sebagaimana diperinci di dalam perjanjian.
b. Bahwa si penerima teknologi berhak
mendapatkan semua perbaikan dan pembaharuan yang dilakukan dalam teknologi oleh
si supplair selama jangka waktu transaksi berlaku, semua barang-barang modal,
intermediate inputs, bahan- bahan baku.
Dan ketentuan di atas, jika tidak diatur dengan jelas dalam
perjanjian lisensi tersebut tentang jumlah barangnya wilayah jual dan larangan
untuk ekspor suatu produk asing.
Untuk masalah paten ini ada diatur dua model paten (lihat
psl 17 ayat 1 UU paten No. 13/1977) dimana pemegang paten mempunyai hak khusus
untuk melaksanakan patennya dan melarang orang lain tanpa persetujuannya.
1. Dalam hal paten produk; membuat,
menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan hasil produksinya yang diberi paten.
2. Dalam hal paten proses, menggunakan
proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang.
Pasal 21 UU paten No. 13/1997; Dalam suatu hal produk
diimpor ke Indonesia dan proses untuk pemegang paten berhak untuk melindungi
paten tersebut.
Dengan demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru
dan dilisensi tanpa persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih
dapat melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia.
Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi antara pihak asing
dan Indonesia
dapat didaftarkan perjanjian tersebut kepada kantor paten. Bagaimana kalau para
pihak mamakai asas konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak
mendaftarkan kontrak mereka ke kontor paten.
Untuk itu diminta kepada investor asing untuk mendaftarkan
lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat terlindungi.
1. Anonim, UU No. 12/1997 tentang
perubahan UU No. 6/1982 tentang hak cipta.
2. Anonim, UU No. 13/1997 tentang
perubahan UU No. 6/1989 tentang paten.
3. Erman Radja gukguk dkk, Hukum
Investor, Jakarta
1995.
4. Helianto, Hukum dan Pembangunan,
April 1988.
5. Ita Gambiro, Aspek-Aspek Hukum dan
Pengalihan teknologi, BPHN, tahun 1978
6. Insan Budi Manlana, Catatan Kecil Up
Merek Baru Kumpulan Makalah LPIHM, Institute
of Buslnees, Jakarta.
7. Kostorus Sinaga, Hukum dan
Pembangunan Laurel Hevdir, Muladi dan Yusril Mahendra, Kumpulan Makalah Badan
Pendidikan dan Pelatihan Depdagri, Jakarta, 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar