SENI
BERKUDA
Orang miskin
bekerja dengan tangannya sendiri. Yang kaya memakai tangan-tangan orang lain.
Seni Berkuda harus dimilika oleh siapa saja yang
menghendaki kemajuan. Orang-orang yang tidak menemukan kuda bag dirinya
terpaksa harus bekerja lebih keras dan menjadikan dirinya sendiri sebagai kuda.
Semakin anda merasa pintar dan semakin anda tak merasa perlu orang lain, maka
semakin anda tergantung pada diri sendiri.
Sebaliknya,
semakin kita merasakan dan mengakui kekurangan kita, maka semakin kita merasa
memerlukan orang lain. Inilah tip bagi orang yang ingin mencapai kinerja
seperti myang dicapai oleh Yoris Sebastian. Ia bukan siapa-siapa namun menjadi
siapa-siapa Karena talenta (potensi) yang dimilikinya di asah terus-menerus dan
menemukan pintu keluarnya.
Seberapa
pun hebatnya anda, tetaplah rendah hati. Dengan merendah dan merunduk anda akan
ditemui dan dicari banyak orang. Tetapi lebih dari itu anda juga akan
mendatangi mereka, mencari pintu dan menemukan pintu-pintu terbuka. Sebaliknya,
orang yang tinggi hati akan dijauhkan dan menjauh dari pintu peluang
kemajuannya.
Dari
pertemuan-pertemuan itu, temukanlah “kuda”mu. Ia dapat berupa keahlian yang
engkau asah, tetapi juga dapat berupa nama-nama besar yang dapat membuatmu ikut
melambung naik. Dengan membuat “kuda”mu berkilau, engkau akan kebagian sinar
cahayanya.
Buatlah
karya besar bersama dengan “kuda”mu itu. Yoris Sebastian menemukan kudanya di
sebuah kafe yang didukung oleh radio kreatif. Ia membuat karya-karya besar yang
bukan hanya diakui rekan-rekannya saja, melainkan juga oleh atasan dan pemilik
perusahaan, sehingga ia meraih kepercayaan.
Setiap
“kepercayaan” memerlukan panggung pertunjukkan, temukanlah panggung itu dan
lakukan performa disana. Sebab setiap lilin tak akan menyala terang di bawah
ruang hampa udara.
Setelah
memiliki sayap, terbanglah. Kuda tunggangan tak hanya untuk di tunggangi
melainkan harus dipacu. Seekor burung yang belajar terbang harus berani keluar
dari sarangnya. Meskipun terjatuh, ia harus mulai mengepakan sayapnya. Seorang
anak harus berani melepas selimut rasa nyamannya, berkelana mengarungi bumi
dengan keberanian berwirausaha secara mandiri. Jadilah manusia yang mandiri
dengan kekuatan itu.
Latihlah
otot-ototmu setiap saat. Otot dilatih bukan hanya untuk meraih kedewasaan,
melainkan juga untuk menunda penuaan. Perbaiki diri sepanjan waktu, karena
sebuah perjalanan bias berakhir pendek, bias juga menjadi panjang. Bagi Yoris,
kreatifitas perlu dilatih. Asalkan kita mau berpikir dan tidak terperangkap
oleh kebiasaan, maka setiap saat hidup akan dipenuhi gagasan-gagasan baru.
Salman
Azis Alsyafdi
Berawal dari
usaha jual beli nasi goreng dan buku foto kopian, bisnis Salman terus
berkembang ke segala arah. Dari warnet dan penyewaan komputer tok foto, hingga
laundry, dan usaha salon. Modalnya bukan uang, melainkan kejelian membaca
peluang, kemauan dan kreativitas.
Modal utama
berusaha adalah kemauan dan kreativitas, bukan uang. Salman Azis Asyafdi telah
membuktikannya. Bisnisnya dirintis tanpa modal uang sepersen pun.
Salman begitu
terobsesi dengan berwirausaha, itu gara-gara ketika ia masih duduk di bangku
SMU bapaknya memberikan buku berjudul Righ Dap Poor Dad, karya fenomenal Robert
T. Kiyosaki. Ia mengaku meneukan sebuah pilihan hidup yang sangat menarik
karena terinspirasi buku itu, pilihan untuk menjadi pengusaha. “Sebagai manusia
saya tidak ingin untuk mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya
ingin menciptakan arus itu sendiri,” ujarnya.
Penghargaan yang pernah diraih
oleh Salman Azis Asyafdi adalah:
1. 2007 Pemenang II Wirausaha Muda Mandiri Kategori Mahasiswa program Diploma
dan Sarjana.
2. 2008 Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Lain-lainnya:
1. 2007 – sekarang Pemilik Usaha Website, Salon di Asrama UI,
Cetak Foto di Depok, Video Shooting dan Editing, Cetak Foto di Serpong, Servis,
dan Penjualan Komputer di Serpong, Warnet di Pamulang, Warnet di Bukit Indah.
2. 2005 Usaha Laundry di Asrama UI dan Warnet di Universitas Pancasila.
3. 2004 – sekarang Warnet di Asrama UI.
4. 2005 – 2007 Usaha
Pulsa di Asrama UI.
5. 2005 Menjual Buku Foto Copy di Fasilkom UI dan Jual Beli Nasi Goreng SMU
Insan Cendekita Serpong.
“Bagi saya berbisnis itu ibarat petualangan
di laut lepas mencari pulau harta karun,” katanya. Hal itu membuat ia selalu
ingin coba-coba dan bereksperimen dengan bisnis. “Banyak di antara percobaan
itu yang gagal atau tidak dilanjutkan, bagi saya itu hal yang biasa,”
lanjutnya.
Jalan Salman masih terentang panjang. Namun
dengan visi yang jelas dan misi yang tegas, kreativitasnya, kemauan dan
kemampuannya, kita berharap ia bisa mewujudkan mimpinya dan menyumbangkan
manfaat bagi orang banyak.
PENDAPAT
Menurut pendapat
saya dari buku yang berjudul “Seni berkuda” ini, menceritakan pengalaman Salman
Azis Alsyafdi, S. KOM yang berawal berbisnis tanpa modal (uang). Beliau
menjalankan bisnis dengan modal utamanya adalah kemauan dan kereativitas.
Dengan modal kemauan dan kreativitas, beliau menjalankan bisnisnya dengan apa
yang dibutuhkan oleh teman-temannya. Dengan kejelian membaca peluang, beliau
selalu memanfaatkannya untuk dijadikan suatu bisnis. Walaupun beliau pernah
gagal dalam berbisnis karena ada saingannya yang tidak senang, beliau tidak
pernah putus asa untuk berusaha untuk menjalankan bisnisnya kembali.
Beliau
menjalankan bisnisnya mulai dari SMU. Bisnis yang pernah dialami beliau dari
SMU hingga sekarang yaitu jual beli nasi goreng, berjualan foto kopian buku,
menjual komputer rakitan, membuka warnet, penyewaan komputer, toko foto,
laundry, usaha salon, hingga sekarang beliau mempunyai bisnis yaitu bisnis
berbasis teknologi informasi, dalam hal ini bisnis warnet, website, dan
pelatihan teknologi informasi. Dengan adanya visi yang jelas dam misi yang
tegas, kreativitas, kemauan, dan kemampuannya, beliau berharap ia bisa
mewujudkan mimpinya dan menyumbangkan manfaat bagi orang banyak.
Usaha berbisnis
beliau bagaikan anak burung yang baru belajar terbang. Anak burung yang belajar
terbang akan jatuh hingga anak burung tersebut bisa terbang. Begitu pula beliau
dengan bisnisnya, beliau pernah mengalami kegagalan dalam menjalankan
bisnisnya. Walaupun pernah gagal, beliau terus mencoba berbisnis kembali dan
sekarang beliau mempunyai bisnis tetap.